Cerpen : Yang
Tertahankan
Oleh : M. Syukur
Sore
itu sangat sejuk, cuaca yang cerah sepanjang hari membawa bercak kemerahan di
ufuk barat. Nampak dari kejauhan tubuh matahari terbenam dari genangan air
sawah yang sudah siap untuk ditanami, dan beberapa petani yang sudah kembali dari
sawahnya dengan cangkul membentang di bahu mereka.
Kaki
- kaki kecil dari para santri itu melangkah menuju ke masjid, baru saja terdengar
lantunan ayat suci yang menjadi hafalan para santri setiap sore hari di TPA
samping masjid. Terlihat senyum manis dan ikhlas dari Anita ketika para santri
berebut untuk mencium tangannya.
“Hati – hati, jangan sampai ada yang tidak
menjalankan shalat magrib ya”. Pesan itu selalu terdengar ketika Anita telah
selesai berbagi ilmu dengan mereka.
Nia
yang sedari tadi menunggu Anita di depan TPA tengah asik menikmati pemandangan
di desa itu. Ikbal yang masih bertengger di atas motornya malah lebih asik
memeperhatikan Anita yang sedang tersenyum lepas bersama para santri.
Setelah
semua santri beranjak ke mesjid, Rafli dan Salwa merupakan santri yang terakhir
meninggalkan TPA. Karena merupakan santri paling kecil mereka berlari agak
belakangan sambil meneteng iqra’ mereka
berlari menuju masjid. Tiba – tiba mereka terjatuh. Ikbal yang masih
duduk diatas motor segera berlari untuk menolong mereka, diikuti dengan hentak
kaki Anita yang juga hendak menolong Rafli dan Salwa.
“Ikbal?,
kenapa kamu ada disini?” ungkap Anita yang kaget melihat Ikbal yang tiba tiba
ada di desanya. Rafli dan Salwa kembali bangkit dan lanjut berlari, mereka
hanya terkekeh melihat Anita yang panik membersihkan celana mereka.
“Saya hanya menemani Nia yang katanya ingin
meminjam buku catatan Matematika kamu.”
Suara
adzan memotong percakapan mereka. “Ya sudah, sebentar saya ambilkan, kita
shalat magrib saja dulu” ajak Anita kepada Ikbal dan Nia.
Sejak
saat itu sosok Anita adalah gadis yang lebih sering diperhatikannya di sekolah,
dan selalu menjadi hayalannya apabila telah berada dikamar.
“Wanita
itu. yaa!! dia yang saya cari. Sudah pandai, guru mengaji pula.sungguh sangat
sempurna. Saya harus bisa mendapatkan dia.” Gumam Ikbal dalam hati.
Berbagai
cara, dia lakukan untuk memikat hati Anita. Sekarang sholat Dhuha di sekolah tidak
ditinggalkan lagi olehnya. Pada saat istirahat dia tidak lagi melakukan
pekerjaan lamanya dengan memajaki siswa lain. Perubahan itu begitu jelas
terlihat oleh Anita. Apalagi dengan kebiasaan baru Ikbal yang mendekatkan diri
ke musholla dan perpustakaan. Sangat berbeda dari dirinya yang sebelumnya.
Anita
menyadari perubahan dari Ikbal. Seorang yang begal disekolah tiba – tiba
berubah menjadi baik dan rajin beribadah. ”Atas dasar apa yah? ” tanya anita
dalam hati. Ditengah renunganya, dengan sosok lugunya Nia datang mengagetkan.
“Hei
Nita, sedang apa kamu ditaman ini? Memikirkan pria itu ya? Ciee yang sedang
kasmaran”.
“Yee,
pria yang mana? Sok tahu kamu”. Memalingkan wajahnya karena malu.
“Yah
betul nih candaan saya kamu benar benar sedang jatuh cinta lihat saja muka
kamu tiba tiba merah merona.”
Untuk
remaja yang sudah berusia 17 tahun, terjangkit virus cinta mungkin merupakan hal
yang umum dialami. Anita sungguh merasakan hangat cinta yang dalam kepada
Ikbal. Imannya mulai terkikis setelah mengagumi sosok Ikbal yang pernah
menyelamatkannya dari aksi pajak kakak kelas. Sangat sulit baginya menyembunyikan
perasaan itu, tapi alangkah mulia hatinya. Anita terus mencoba menahan perasaan
cintanya. Ia tahu diri sebagai seorang muslimah yang taat kepada perintah Allah.
Ia tidak mungkin mendekati hal seperti itu, karena baginya hal tersebut akan
mendatangkan dampak yang lebih kepada kemudaratan .
Genggaman
tangan manis itu menyentuh kitab suci yang terletak pada pojok kanan kamarnya
dengan nuansa biru langit. Tak lama kemudian, lantunan ayat suci dengan suara sayup,
terdengar lirih menyentuh dan memohon belas kasih dari sang khalik. Dalam
benaknya ia hanya ingin mendapatkan petunjuk “Apakah yang harus hamba perbuat
untuk menghilangkan rasa yang fitrah ini ya Rab, mohon beri hamba petunjuk dan
bantu hamba untuk menghilangkan perasaan ini ya Allah”
Rintihan
tersebut terdengar oleh malaikat yang hendak bertemu dengan tuhan. Dan
menyampaikan kepada sang pengatur kisah indah kehidupan, tentang dilema cinta
yang menjelma dalam batin anak cucu Adam dan Hawa yang satu itu.
“Siapakah
dia wahai malaikatku ?. Mengapa dia terlalu menanggap hina fitrah cinta yang
telah saya hadirkan kepada setiap insan.? Islam itu sungguh indah dengan
menghadirkan jutaan perasaan syahdu di dalamnya.
Bagi
Anita, berpandang pandangan dengan lelaki saja sudah sangat berdosa baginya,
apalagi sampai terkesan terikat dalam hubungan cinta.
Sungguh
hal tersebut membuat Ikbal sulit untuk memproses cinta yang diinginkannya. Rasa
cintanya yang jua begitu dalam kepada Anita, menghadirkan energi positif untuk
terus mendekati dan mendapatkannya. Tentu Ikbal melakukan dengan cara terang
terangan kepada Anita. Dan hal tersebut terus menyiksa batin Anita. Karena kebaikan
yang selalu dilakukan Ikbal membuat hatinya luluh, dan ia terus berusaha
melawannya.
Tepat
pada bulan Rajab tahun ini, keluarga Ikbal harus pindah ke kota lain. Ikbal
merasa segala usahanya selama ini belum membuahkan hasil. Akhirnya dia
memutuskan untuk mengutarakan perasaannya kepada Anita secara langsung. Kesempatan
itu akhirnya tiba. Ikbal mengeluarkan sepucuk surat berwarna cokelat dari dalam
tasnya. Ia hanya memberikan surat itu kepada Anita dan mengucapkan salam lalu
pergi.
Keberaniannya
untuk mengutarakan perasaan tiba tiba hilang setelah melihat ikhlasnya senyum
seorang wanita muslimah. Ikbal mengetahui apa yang juga dirasakan Anita tentang
perasaannya. Namun dia tidak ingin mengganggu wanita yang berakhlak mulia itu
hanya dengan ungkapan cinta yang belum tepat pada waktunya.
Banyak
hal yang membuat Anita terharu di dunia ini, namun baru kali ini bukan lagi
tentang prestasi yang selalu diraihnya, tetapi oleh surat dari seorang pria
yang menyayat hatinya.
Dalam
surat itu Ikbal menumpahkan segala perasaan yang mengganjal didalam hati dan
pikirannya. Meskipun dengan bahasa sederhana tapi luapan perasaan itu tergambar
jelas bahwa dia menyukai Anita. Dia harus pergi mengikuti orang tuanya keluar
kota dan melupakan cinta yang selama ini dia perjuangkan.
Jawaban tuhan kepada doa yang
dirintihkan Anita sekarang sudah terlihat jelas. Menjauhkan Ikbal darinya
adalah keputusan yang sangat adil. Melawan hati adalah hal yang sangat berat
bagi keduanya. Namun itu semua mampu dilewati dengan keyakinan kepada Allah bahwa
cinta yang fitrah itu benar adanya tapi tetap berpegang teguh terhadap koridor
yang telah ditetapkan oleh agama.
***
Cerita ini terdapat dalam Antologi cerpen "Muhasabah Cinta"
EmoticonEmoticon