Cerpen - Yang Tertahankan

06:15
Cerpen : Yang Tertahankan 
Oleh : M. Syukur

Sore itu sangat sejuk, cuaca yang cerah sepanjang hari membawa bercak kemerahan di ufuk barat. Nampak dari kejauhan tubuh matahari terbenam dari genangan air sawah yang sudah siap untuk ditanami, dan beberapa petani yang sudah kembali dari sawahnya dengan cangkul membentang di bahu mereka.


Kaki - kaki kecil dari para santri itu melangkah menuju ke masjid, baru saja terdengar lantunan ayat suci yang menjadi hafalan para santri setiap sore hari di TPA samping masjid. Terlihat senyum manis dan ikhlas dari Anita ketika para santri berebut untuk mencium tangannya.
 “Hati – hati, jangan sampai ada yang tidak menjalankan shalat magrib ya”. Pesan itu selalu terdengar ketika Anita telah selesai berbagi ilmu dengan mereka.

Nia yang sedari tadi menunggu Anita di depan TPA tengah asik menikmati pemandangan di desa itu. Ikbal yang masih bertengger di atas motornya malah lebih asik memeperhatikan Anita yang sedang tersenyum lepas bersama para santri.

Setelah semua santri beranjak ke mesjid, Rafli dan Salwa merupakan santri yang terakhir meninggalkan TPA. Karena merupakan santri paling kecil mereka berlari agak belakangan sambil meneteng iqra’ mereka  berlari menuju masjid. Tiba – tiba mereka terjatuh. Ikbal yang masih duduk diatas motor segera berlari untuk menolong mereka, diikuti dengan hentak kaki Anita yang juga hendak menolong Rafli dan Salwa.

“Ikbal?, kenapa kamu ada disini?” ungkap Anita yang kaget melihat Ikbal yang tiba tiba ada di desanya. Rafli dan Salwa kembali bangkit dan lanjut berlari, mereka hanya terkekeh melihat Anita yang panik membersihkan celana mereka.

 “Saya hanya menemani Nia yang katanya ingin meminjam buku catatan Matematika kamu.”
Suara adzan memotong percakapan mereka. “Ya sudah, sebentar saya ambilkan, kita shalat magrib saja dulu” ajak Anita kepada Ikbal dan Nia.

Sejak saat itu sosok Anita adalah gadis yang lebih sering diperhatikannya di sekolah, dan selalu menjadi hayalannya apabila telah berada dikamar.

“Wanita itu. yaa!! dia yang saya cari. Sudah pandai, guru mengaji pula.sungguh sangat sempurna. Saya harus bisa mendapatkan dia.” Gumam Ikbal dalam hati.

Berbagai cara, dia lakukan untuk memikat hati Anita. Sekarang sholat Dhuha di sekolah tidak ditinggalkan lagi olehnya. Pada saat istirahat dia tidak lagi melakukan pekerjaan lamanya dengan memajaki siswa lain. Perubahan itu begitu jelas terlihat oleh Anita. Apalagi dengan kebiasaan baru Ikbal yang mendekatkan diri ke musholla dan perpustakaan. Sangat berbeda dari dirinya yang sebelumnya.

Anita menyadari perubahan dari Ikbal. Seorang yang begal disekolah tiba – tiba berubah menjadi baik dan rajin beribadah. ”Atas dasar apa yah? ” tanya anita dalam hati. Ditengah renunganya, dengan sosok lugunya Nia datang mengagetkan.
“Hei Nita, sedang apa kamu ditaman ini? Memikirkan pria itu ya? Ciee yang sedang kasmaran”.  

“Yee, pria yang mana? Sok tahu kamu”. Memalingkan wajahnya karena malu.
“Yah betul nih candaan saya kamu benar benar sedang jatuh cinta lihat saja muka kamu  tiba tiba merah merona.”

Untuk remaja yang sudah berusia 17 tahun, terjangkit virus cinta mungkin merupakan hal yang umum dialami. Anita sungguh merasakan hangat cinta yang dalam kepada Ikbal. Imannya mulai terkikis setelah mengagumi sosok Ikbal yang pernah menyelamatkannya dari aksi pajak kakak kelas. Sangat sulit baginya menyembunyikan perasaan itu, tapi alangkah mulia hatinya. Anita terus mencoba menahan perasaan cintanya. Ia tahu diri sebagai seorang muslimah yang taat kepada perintah Allah. Ia tidak mungkin mendekati hal seperti itu, karena baginya hal tersebut akan mendatangkan dampak yang lebih kepada kemudaratan .
Genggaman tangan manis itu menyentuh kitab suci yang terletak pada pojok kanan kamarnya dengan nuansa biru langit. Tak lama kemudian, lantunan ayat suci dengan suara sayup, terdengar lirih menyentuh dan memohon belas kasih dari sang khalik. Dalam benaknya ia hanya ingin mendapatkan petunjuk “Apakah yang harus hamba perbuat untuk menghilangkan rasa yang fitrah ini ya Rab, mohon beri hamba petunjuk dan bantu hamba untuk menghilangkan perasaan ini ya Allah”

Rintihan tersebut terdengar oleh malaikat yang hendak bertemu dengan tuhan. Dan menyampaikan kepada sang pengatur kisah indah kehidupan, tentang dilema cinta yang menjelma dalam batin anak cucu Adam dan Hawa yang satu itu.

“Siapakah dia wahai malaikatku ?. Mengapa dia terlalu menanggap hina fitrah cinta yang telah saya hadirkan kepada setiap insan.? Islam itu sungguh indah dengan menghadirkan jutaan perasaan syahdu di dalamnya. 

Bagi Anita, berpandang pandangan dengan lelaki saja sudah sangat berdosa baginya, apalagi sampai terkesan terikat dalam hubungan cinta.

Sungguh hal tersebut membuat Ikbal sulit untuk memproses cinta yang diinginkannya. Rasa cintanya yang jua begitu dalam kepada Anita, menghadirkan energi positif untuk terus mendekati dan mendapatkannya. Tentu Ikbal melakukan dengan cara terang terangan kepada Anita. Dan hal tersebut terus menyiksa batin Anita. Karena kebaikan yang selalu dilakukan Ikbal membuat hatinya luluh, dan ia terus berusaha melawannya.

Tepat pada bulan Rajab tahun ini, keluarga Ikbal harus pindah ke kota lain. Ikbal merasa segala usahanya selama ini belum membuahkan hasil. Akhirnya dia memutuskan untuk mengutarakan perasaannya kepada Anita secara langsung. Kesempatan itu akhirnya tiba. Ikbal mengeluarkan sepucuk surat berwarna cokelat dari dalam tasnya. Ia hanya memberikan surat itu kepada Anita dan mengucapkan salam lalu pergi.

Keberaniannya untuk mengutarakan perasaan tiba tiba hilang setelah melihat ikhlasnya senyum seorang wanita muslimah. Ikbal mengetahui apa yang juga dirasakan Anita tentang perasaannya. Namun dia tidak ingin mengganggu wanita yang berakhlak mulia itu hanya dengan ungkapan cinta yang belum tepat pada waktunya.

Banyak hal yang membuat Anita terharu di dunia ini, namun baru kali ini bukan lagi tentang prestasi yang selalu diraihnya, tetapi oleh surat dari seorang pria yang menyayat hatinya.

Dalam surat itu Ikbal menumpahkan segala perasaan yang mengganjal didalam hati dan pikirannya. Meskipun dengan bahasa sederhana tapi luapan perasaan itu tergambar jelas bahwa dia menyukai Anita. Dia harus pergi mengikuti orang tuanya keluar kota dan melupakan cinta yang selama ini dia perjuangkan.

Jawaban tuhan kepada doa yang dirintihkan Anita sekarang sudah terlihat jelas. Menjauhkan Ikbal darinya adalah keputusan yang sangat adil. Melawan hati adalah hal yang sangat berat bagi keduanya. Namun itu semua mampu dilewati dengan keyakinan kepada Allah bahwa cinta yang fitrah itu benar adanya tapi tetap berpegang teguh terhadap koridor yang telah ditetapkan oleh agama.
***


Cerita ini terdapat dalam Antologi cerpen "Muhasabah Cinta" 

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

Like this ya