Cerpen - Keangkuhan Mimpi Kahfi #01

05:53

Baru saja usai melepas penat bekerja di subuh ini. Ibu menyuruh lagi membersihkan sampah bekas sayur yang tercecer di tumpangan bapak. Pekerjaan yang keluarga saya tekuni semenjak saya mulai sekolah. Sebelumnya bapak hanya menanam sayur,dan menjualnya kepada tetangga yang berdagang. Tapi beliau memutuskan untuk menjualnya sendiri. Membawa sayur yang sebagian besar dihasilkan dari kebun sendiri dan dijual keliling kampung sampai melintas ke dusun lain yang ada di desaku.

Sebelum ayam berkokok, yang menandakan fajar telah menjemput kami telah usai mengisi penuh motor bapak yang dimodifikasi untuk menampung banyak sayur. Bergegas kami sekeluarga mengucap syukur kepada sang pemberi rejeki dengan melaksanakan sholat subuh berjamaah dilanjutkan tadarrus singkat dari bapak.

Beliau sangat menikmati pekerjaannya, bahkan semangatnya pun menular kepada saya yang tak henti hentinya berjuang.

Tak lama lagi tes masuk SMA favorite yang ada di kabupaten saya berlangsung. Saya harus belajar lebih giat lagi untuk bisa lulus.

Alhamdulillah, setelah melewati masa SMP yang terkesan singkat ini, saya cukup puas dengan urutan ketiga di sekolah saya.  Meski tak banyak prestasi yang bisa saya hasilkan dari sekolah yang mengutamakan kesopanan dan keramahtamahan ini, saya bisa mengetahui dan mengenal banyak hal yang mendukung terciptanya pribadi yang tulus dan ikhlas menjalani hidup.

Setelah berhasil berjuang bersama bapak, saya yang tidak segan membawa sayur dan hasil kebunnya  untuk dijajakan ke penjual dipasar menjadi terbiasa bangun subuh. Hal itu yang saya bawa hingga saat ini.

***
Setelah tes masuk SMA favorite berlangsung. Dunia baru telah datang. Mereka yang datang dengan membawa segala keangkuhan yang dimiliki membuat saya menjadi kecil bahkan sangat kecil disini. Mereka semua anak pejabat, PNS, Pengusaha sukses, Dokter, bahkan direktur dari perusahaan perusahaan yang berasap di kota saya. Menjadi sangat hebat dengan gaya yang mereka miliki.

Disaat masa orientasi siswa mereka dengan angkuhnya melantangkan pekerjaan orang tua mereka. Saya tak mau kalah hebat. Dengan bangga saya melantangkan "bapak saya seorang penjual sayur"  kepungan mata mengarah padaku saat itu. Kenapa mereka seperti itu? Apa ada yang salah dengan kata kata yang baru saja kuucapkan?. Atau saya melantangkannya dengan nada keangkuhan? Seperti mereka tadi.

Kakak senior yang menjadi pendamping dikelas saya ini juga ikut ikutan menatap sinis. "Memangnya ada yang salah?" Tanyaku dalam hati. Suara bisikan mengejek tetangga tempatku duduk sempat terdengar samar "dia hanya seorang anak penjual sayur? Mana bisa dia membayar uang SPP disekokah ini?"

Saya hanya menelan ludah mendengar bisikan mereka. Dan berikrar dalam hati untuk bisa lebih hebat dari mereka yang seorang anak pejabat. 

Saya merasakan ada yang ganjil disekolah ini. Adanya tindakan diskriminasi dari pihak sekolah untuk anak bangsawan. Kelas mereka dibedakan. Lebih mewah, lebih adem dengan segala perabotan yang dimiliki.

Kebetulan arah menuju mushollah melewati kelas mewah ini. Mereka yang menjadi penghuninya ternyata seangkuh ruangannya. Dengan segala aksesoris mewah bak model di tv, mereka bertingkah sinis kepada kaum yang tidak se level dengan mereka. "Tuh anak penjual sayur lewat". Ejekan salah seorang dari kaum itu. 

 ***
Semua ejekan itu menjadi motivasi bagiku untuk terus berkarya. Berprestasi dan membuat diriku lebih baik, terutama dari segi ahlak yang mulai luntur pada sebagian generasiku.  Tapi sungguh, Saya tidak dendam kepada mereka. Saya berharap Allah swt menunjukan jalan dan hidayahnya kepada teman teman yang seperti ini. 

To be C
ontinued ......

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

Like this ya