Lejja Soppeng, Wisata Air Panas Sulawesi Selatan

08:14
Merdeka !!!
HUT RI yang ke – 71 (temanya : Kerja Nyata). Kerja yang nyata, bukan hanya tong kosong yang nyaring bunyinya. Juga bukan nyanyian pramuka “...sedikit kerjaa, banyak bicara...”
Sumber Mata Air Lejja

Indonesia dengan segala peluh dan lesuh ditimbun kekayaan alam yang maha luas dan besar. Memiliki masyarakat yang hebat nan serakah, Memiliki ulama – ulama besar dan koruptor – koruptor besar.

Cukup sekian intronya.
Ini bukan lagu, tapi sebuah catatan perjalanan di hari kemerdekaan. Perjalanan yang tiba – tiba dan penuh rasa iba. Malam 16/08/16, sepulang kerja pukul 20.00, berencana mengunjungi seorang kawan lama di kostnya. Sembari dagang sosis yang didapat dari cece. Jamil salah seorang pembeli yang setia menunggu. Baru sempat membawanya malam ini, setelah dipesan sudah beberapa hari yang lalu. Sosis yang cukup murah dan meriah Rp. 15.000 untuk 45 batang kecil.

Nyanyian jangkrik, mengawali pertemuan hangat malam ini, sebelumnya tak lupa mengabari Alam yang ternyata baru pulang dari Barru. Seorang kawan lama juga, yang sekarang gentayangan karena mengadu nasib di kota Makassar.

Akhirnya dari pertemuan singkat ini tersimpulkan sebuah tujuan. "Soppeng !". Kampung halaman Alam. Seolah niat yang baik, yang selalu mendapat kemudahan, Tanpa pikir panjang, kami pun bersegera bergegas mempersiapkan diri, tenaga dan harapan serta doa restu dari yang masih sempat memberi restu. Persiapan mendadak yang cukup matang karena akhirnya baru sempat berangkat pukul 22.00 setelah kembali mengajak Halim. Dalam perjalanan sepanjang Maros, Camba, Mallawa, Bone, Soppeng berjejer rapi bendera warna warni yang mngapit bendera merah putih. Malam itu adalah malam persiapan para paskibra untuk mengibarkan bendera pusaka yang setiap setahun sekali dikibarkan. Bendera yang penuh makna dengan para veteran yang berjuang mati matian dan masih sangat antusias saat upacara bendera tiba.

Perjalanan  yang begitu hangat, diiringi lagu lagu kenangan seolah sedang dalam perantauan. Dengan posisi yang nyaman, sesekali kami terlelap dalam alunan suasana alam,  hingga akhirnya kendaraan yang ditumpangi menyenggerkan bannya di depan sebuah rumah panggunng. Suasana sunyi senyap, karena kami tiba pukul 02.00 dinihari. Perjalanan kurang lebih empat jam dari depan Bandara Sultan Hasanuddin.

Rumah Alam yang terletak di Desa Bulue Kecamatan Marioriawa kabupaten Soppeng. Jalan poros, menuju Permandian Air Panas Lejja. Setelah kembali melihat kasur, kami melanjutkan tidur. Tentunya bukan karena kami lelah, karena sepanjang jalan disuguhi dengan alam indah mahakarya sang pencipta. Tapi karena kami harus mempersiapkan diri berpetualang ketika matahari sudah menampakan wajah manisnya.

Suara burung menyampaikan pesan bahwa ini adalah hari kemerdekaan. Menandakan pagi telah menghampiri. Anak muda yang mencoba meresapi apa itu kemerdekaan, kembali melajukan si roda empat yang berjarak kurang lebih 9 km dari lokasi peristirahatan. Setelah memasuki gerbang utama (pembelian karcis) Suasana yang begitu alami akan anda jumpai. Dengan jalan menanjak dan menurun anda diharap berhati hati karena daerah  hutan lindung ini berada di tepi jurang, di sisi lainnya gunung.

Lokasi utama sebuah tempat parkir yang disisinya terdapat warung yang menyewakan ban, menjual souvenir/baju, cemilan serta makanan bagi pengunjung yang tidak membawa bekal. Kolam utama yang ditemui tidak sehangat kolam diatasnya. Letaknya yang  sengaja diatur oleh  pengelolah setempat membuat kolam ini terasa dingin, seperti kolam renang biasa yang  ada di Bantimurung.

→ Pohon Keramat

Belum saatnya bermain air, kami masih ingin mengelilingi tempat ini. Menelusuk sumber air panas langsung dari kawahnya. Mata saya tertarik pada sebuah pohon yang disekelilingnya terdapat botol berisi air. Menurut mitos setempat itu adalah ulah pengunjung yang masih mempercayai bahwa apabila mereka menggantungkan botol berisi air tersebut, mereka mananamkan niat bahwa ketika mereka sukses, mereka akan kembali melepas ikatan botol yang berisi air tadi. Yang pasti kita hanya bisa menggantungkan harapan dan meminta hanya kepada Allah semata.

→ Kolam Air Panas

Tercium bau belerang dari sumber air panas itu. Menurut penjaganya, telur mentah yang dimasukan kedalam air ini selama beberapa menit, maka akan matang dan langsung bisa dinikmati. Sungai yang  terbentuk dari sumber air panas ini mengalir menuju sebuah kolam besar berbentuk oval tak sempurna. Dan saatnya berendam. Baru kali ini mandi di kolam dengan ekspresi aneh seperti mencoba secangkir teh hangat. Mencoba, mencelup, pelan dan meresapi ... Ternyata airnya benar benar hangat. Entah berapa derajat celcius. Yang pastinya ikan gabus yang begitu agresif tidak akan seagresif aslinya ketika memasuki kolam ini, bahkan bisa mati.

Pada kolam air panas Lejja ini, dipercayai oleh masyarakat setempat sebagai obat beberapa penyakit kulit. Serta sangat mujarab untuk membersihkan “daki”. Sebelum kolam ini. terdapat kolam kecil yang airnya dingin untuk membasuh kulit dari hangatnya air alam ini.

Terdapat pula beberapa gazebo yang di tengahnya terdapat kolam untuk merendam kaki . sebagai terapi air panas istilahnya. Terdapat pula beberapa villa bagi pengunjung yang menginap. Juga terdapat sebuah aula besar yang digunakan sebagai tempat pertemuan. Sayang sekali pada saat ketempat ini, ada sebuah kolam besar yang kering, tak terisi air. Hanya nampak keramik yang berkarat dari dasar kolam kering ini.

Kolam Air Panas
Setelah puas menikmati salah satu objek wisata air di Sulawesi Selatan ini akhirnya kami kembali dengan membawa secuil kenangan indah yang tersirat dalam memori. Sebelum pulang, Alam mengajak untuk mengelilingi kampungnya,  kami menyempatkan diri menikmati kelapa muda yang langsung dipetik pohonnya. Membuat sebuah santapan menarik di siang yang terik. mencampur  kelapa muda dengan gula merah dan jeruk nipis membuatnya sedikit lebih berasa. Di sini di desa Bulue, kami merasa sudah seperti desa sendiri dengan keramahan yang disuguhkan.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

Like this ya