Ngabuburit ke Bislab "Biseang Labboro"

08:14
Ngabuburit ? ya Ramadhan identik dengan kata itu. kata dimana para khalifah menghabiskan waktu sembari menantikan waktu berbuka puasa. Beranjak dari menanti buka puasa, waktu  dimulainya imsak / menahan adalah waktu untuk beribadah kepada sang pencipta. para musafir pun beribadah dengan kaki kakinya mengunjungi tempat tujuan untuk menyampaikan dakwah menuju shiratal mustaqim "Jalan yang lurus".




Pagi ini ba'ddah subuh kita menghabiskan waktu dengan berkumpul dan lebih memilih untuk tidak tidur setelah makan sahur. Tadarrus adalah salah satu kebiasaan yang harus dibiasakan setiap hari untuk memahami hukum yang ditentukan oleh Allah mengenai hal yang baik dan buruk. Tiba - tiba muncul ide untuk mandi pagi di bislab "Biseang Labboro". jaraknya tidak jauh dari rumah, enam kilo menuju Taman wisata alam Bantimurung ditambah sekitar kurang lebih lima kilo menuju Pattunuang Asue  jadi total sebelas km yang kutempuh dengan menggunakan beat putih (namamnya : BOZ. beat of  zyukron) yang selalu menemani. Saya Sarda, Evan dan Sahar melaju dan menyempatkan diri untuk mampir ke Maros waterpark. mumpun gratis masuk karena masih pagi pagi sekali. 

Puasa begini, air adalah sumber kehidupan dan sumber semangat untuk menjalani hidup menanti magrib. dan sungai mengandung banyak sekali unsur air. makanya Bislap menjadi pilihan kedua selain Bantimurung dan sungai dibelakang rumah yang sudah sangat sering dikunjungi. Parkir di rumah teman SMK yang letaknya pas di depan Maros Waterpark dan melanjutkan perjalanan masuk ke Bislap. Setelah melewati gerbang, dengan menelusuri jalan peving blok terdapat pemukiman warga yang terdiri dari beberapa rumah saja. terdapat pula beberapa pos yang dilewati. Setelah perjalanan terakhir 2011, saya mengingat kembali dan mengajak teman teman untuk berpetualang ketempat ini. subhanallah kata mereka. sungguh indah panorama alam ciptaan sang khalik. salah satunya tempat ini. Ornamen dari bebatuan yang dialiri air jernih langsung dari pegunungan membuat suasana sangat sejuk selain itu hawa dari pohon pohon yang menjulang tinggi yang terdapat label nama untuk beberapa pohon yang pertama kami temui. 

Soa - soa atau kadal naga air yang ekornya terdapat sirip akan menjadi pemandangan yang menarik dan menemani perjalanan anda, karena pada siang hari akan sangat banyak soa - soa yang berjemur diatas bebatuan. Selain kupu kupu dan suara jangkrik, gemuruh air yang menghantam bebatuan seakan melepas dahaga pada puasa kali ini. Suasana tenang dan dingin akan terasa nikmat *mudah mudahan saja puasanya tidak makruh. 
Jembatan


Empat tahun lalu, kondisi jembatan masih sangat miris, hanya terdapat sebatang pohon besar dan beberapa pohon bambu sebagai pegangan yang digunakan untuk menyebrangi tempa ini. Mungkin ini hanya swadaya masyarakat setempat yang mata pencahariannya ada didalam bislab ini. Tapi sekarang sudah sangat baik karena campur tangan pemerintah. Karena tempat tempat wisata yang dijadikan icon kabupaten harus bisa memberikan rasa estetika yang tinggi sehingga bisa mengiaskan goresan yang tidak bisa dilupakan. 



Setibanya di tempat tujuan terdapat dua buah batu yang bentuknya menyerupai perahu. yang paling jelas adalah yang terletak di tengah sungai. untung saja kondisi air yang sedang dangkal membuat kami bisa beristirahat langsung dibawah biseang labboro ini. Konon katanya dahulu kala terdapat orang belanda yang menggunakan sungai ini sebagai jalur transportasi untuk menuju rumah gadis Samanggi yang cantik jelita. akan tetapi niatnya itu gagal karena ditolak oleh keluarga sang gadis, hingga membuatnya marah dan membuat perahunya menjadi batu. 
Batu yang ada ditengah sungai

Rencana cuma sampai disi. Namun terdapat kabar burung bahwa dibagian yang lebih dalam lagi terdapat sebuah air terjun, akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mendaki bukit bukit, turun lagi, melewati terjalnya batu dan tebing hingga  menyebrang kembali mengikuti jejak yang sudah ada dari bekas kaki dipasir dan matinya beberapa rerumputan yang membuat bekas jalan. Kami menemui seseorang yang tunanetra yang memberi petunjuk dengan bahasa isyarat yang belum kami mengerti.




Proses pembuatan gula merah
Akhirnya setelah berjalan kurang lebih tiga kilometer dengan kondisi sedang berpuasa, di ujung perjalanan ini, kami hanya menemui sepasang suami istri yang sdang memasak gula merah dibawah gua. menggunakan kayu bakar dari sekitar sungai ini dan tungku yang terbuat dari tanah liat mereka memasak air gula dengan wajan yang lumayan besar. sempat bertanya tanya sedikit mengenai proses pembuatannya yang lumayan lama karena harus dimasak kurang lebih 8 jam.  Alhasil selain panorama alam yang indah, kami juga bisa mengetahui pembuatan gula merah di bislab ini.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

Like this ya