“Saya tidak segan segan membunuh jika ada yang merusak rasa
nyamanku”
Tiba tiba saja ucapan itu terlontar dari mulut saya, entah
karena saya merasakan sesuatu yang sangat tidak nyaman karena tingkah mereka
yang mempermainkan atau mereka yang dengan sengaja memaka saya untuk berucap
demikian.
Foto terbaik yang telah kuperoleh dengan segenap tenaga dan
cucuran keringat berjalan selama dua hari yang membuat betisku terasa keram dan
butuh pijitan yang serius ditambah lagi beban carel dipungung yang membuatku
seperti ingin mengkonsumsi susu penguat tulang yang di siarkan dengan heboh di
iklan iklan tv. Tiba tiba saja kau
menghapus foto itu. Sungguh kejam.
Saya benar benar tidak segan jika harus membunuh.
Maaf, Bukan membunuh
pelaku yang menghapusnya tapi membunuh nyamuk yang menggigit pelaku itu.
Sekarang dia menginap dirumahku disaat nyamuk sedang berpesta darah manusia. Saya
tidak tega jika nyamuk itu berani menyentuhnya. Segera kunyalakan obat yang
berlabel obat nyamuk. Mungkin dengan memberikannya obat, kuberharap nyamuk itu bisa
sehat dan berpikiran sehat (postif) untuk tidak menyakiti manusia dengan
gigitannya dan mengambil darah manusia bak petugas PMI.
Heran, jika ada manusia yang dengan tega memperlakukan
manusia lain, bak nyamuk yang kuceritakan diatas. Manusia yang membunuh manusia
lain tanpa sebab, setahuku dalam islam itu akan mendapat ganjaran yang luar
biasa menyakitkan. Apalagi cara membunuhnya yang tidak manusiawi. Sungguh kejam.
Memperlakukan manusia lain dengan tidak manusiawi saja itu
sudah sangat buruk. Apalagi membunuh dengan cara yang tidak manusiawi. Lagi lagi
persoalan agama. Kemarin malam di acara tv,
ada yang warga non islam yang
menyatakan “orang yang memperlakukan manusia dengan tidak manusiawi itu bukan
orang yang beragama, karena ajaran setiap agama adalah mengajarkan kasih sayang
dan tingkah laku yang baik kepada semua orang.
Semoga mereka yang berbuat kejam, segera sadar. Mari kita
doakan.
Atas dasar perlakuan keji dan tindak semena mena dengan
dasar perebutan daerah kekuasaan ataupun ketersinggungan perasaaan. Yang telah
berlangsung bertahun tahun, seingatku di Indonesia juga pernah. Banyak komunitas,
baik yang islam ataupun non islam rela meluangkan waktunya untuk peduli kepada
mereka yang tersiksa. Mereka yang direbut haknya. Para relawan ini berdalil bahwa “cukup menjadi
manusia untuk merasakan kesedihan mereka”. Memang betul, mereka sangat
manusiawi. Tak peduli dari golongan apa, agama apa, komunitas apa, mereka semua
memberikan bantuan sebisanya. Minimal dengan berdoa.
Semoga orang orang yang mempunyai rasa kepedulian yang
tinggi bisa terus menciptakan rasanya itu, paling tidak mewariskan kepada keturunan
ataupun orang orang terdekatnya. Amin.
1 komentar:
Write komentarEmoticonEmoticon