Apa rasanya puasa 17 jam di beijing ?
Salah satu pertanyaan yang bisa dilontarkan untuk umat
muslim disana. Wah, hebat yak. Di Indonesia saja yang puasanya 13 jam sudah
ngos ngosan. Apalagi cobaan di sana lebih dahsyat lagi dengan musimnya, dengan
aroma makanan khasnya juga orang orang dengan cara berpakaiannya. Beijing salah
satu negara tropis yang cuacanya lumayan dingin beberapa derajat celcius. Sama halnya
di Indonesia, beberapa daerah bagian di Indonesia memiliki suhu yang mencekam,
utamanya di daerah pegunungan. Tidak jauh Jauh, Salah satu bagian di Indonesia
bagian timur khususnya di Sulawesi Selatan ada salah satu objek wisata andalan
yang terkenal dengan cuaca dinginnya. Malino, orang orang menyebutnya.
Hutan Pinus Lembanna Malino |
Oke, trip kali ini saya akan menceritakan kisah sebulan yang
lalu tepatnya di 24 - 25 April 2017. Bersama kawan trip, Nawir, Budi, Ariawan, Kahfi
dan Ucup, kami melakukan diskusi, setelah menimbang lalu memutuskan dan
memantapkan tujuan terciptalah sebuah keputusan bersama “Lembanna”. Salah satu
lokasi camp yang bertaraf kekinian di kalangan anak muda.
Minggu 24 April, kami sempat memenuhi lima mata kuliah yang
menjadi tuntutan wajib sekaligus amanah yang harus dilaksanakan. Kami tidak
bolos, itu bukan tipe anak muda sejati. Meskipun dikampus mungkin sudah ada
yang pikirannya bercabang sampai ke lembanna. Setelah jam mata kuliah berakhir,
perlengkapan camp seadanya yang telah dikumpulkan di meet point (rumah Budi)
kembali kami packing. Setelah semua siap, kami melakukan perjalanan di pukul ±
17.30 wita (menjelang magrib).
Dari jalur Maros kota, kami memilih jalur alternatif,
berbelok masuk ke kostrad kariango, melalui sipur dan tembus ke Poros Malino
pas Magrib tiba. Tak lupa kembali mengingat kepada sang pemilik bumi, karena
kami bermusafir ke bagian lain dari buminya.
Motor kembali berbunyi, setelah menyaksikan kejadian
kejadian tragis di magrib itu (biar kawan trip yang ingat) kami melanjutkan
perjalanan dengan santai, menyiapkan beberapa bekal dan bergabung bersama
pengendara lain yang juga hendak berlibur ke Malino. Suasana jalan poros cukup
ramai dengan pengunjung yang lalu lalang. Ada yang baru pergi dan ada yang
telah menghabiskan sabtu minggunya di sana.
Hutan Pinus Lembanna Malino |
Dingin serasa mulai mencekam, mungkin karena sudah semakin
dalam motor kami melaju. Beberapa warga lokal yang mendekap tubuh mereka dengan
sarung sudah terlihat, pertanda bahwa disini sudah benar benar dingin. Perjalanan
cukup santai, karena Ucup dan budi mengendarai vespa yang beberapa kali
mengalami masalah alias mogok. Vespa Biru dan vespa merah ini mungkin sudah
berumur tapi mereka tetap setia menjadi barang tunggangan yang baik dengan
suara yang khas. Setelah melewati
beberapa tempat keramaian, terlihat dari beberapa villa sekelompok manusia tengah menikmati malam dengan asap
mengepul dari gelas gelas keramik di hadapannya. Ada yang meneguknya dengan
penuh cinta bersama keluarga, sahabat dan hubungan apapun yang mengikat
diantara mereka. Bahagia sekali.
Sekarang tiba di lokasi tanjakan tanjakan yang terakhir.
Suasana sepi kembali menyapa dan gelap menghampiri, karena sepertinya lampu jalan disini mati,
atau memang tidak ada. Untung saja masih ada nyala lampu motor yang menjadi
penerang ditengah longlongan anjing yang terdengar menakut nakuti. Nah,
sekarang motor Nawir lagi yang mengalami masalah, standar dari honda beat biru ini terlepas. Karena kontak otomatis
membuat motornya pun ikut mati. Beberap menit dihabiskan untuk mencari standar yang lepas ini kemudian kembali
memasangnya.
Bertanya kepada warga tentang lokasi Pendakian ke
Bawakaraeng mungkin solusi yang cukup jitu. Berhubung karena ini langkah
perdana kami ke tempat ini, makanya belum ada yang tahu jalur. Selang berapa
menit setelah bertanya, melewati kebun pemetikan strowberry akhirnya kami
menemukan tikungan ke arah kanan dengan papan petunjuk =>Lingkungan
Lembanna, Air Terjun Lembanna, Hutan Pinus, Lembah Ramma dan Gunung
Bawakaraeng.
Lokasi camp di hutan
pinus Lembanna
Setelah memasuki lorong ke pendakian bawakaraeng, anda akan
menemukan palang yang dijaga oleh warga setempat dan mungkin dijadikan sebagai
tempat menambah pengasilan. Satu motor dikenakan tarif Sekitar Rp. 3.000 – Rp
5.000. Pemandangan malam dari jalur masuk ini luar biasa. Gemerlap lampu buatan
manusia yang terlihat terpendar dari arah kota Makassar terlihat indah ketika
disaksikan di daerah ketinggian Kabupaten Gowa ini. Masya Alllah.
Kembali ke palang tadi, Kami bertemu rombongan anak muda
yang usianya terlihat lebih muda dari kami, karena mereka juga menuju Lembanna
kami menawarkan diri untuk ikut, akhirnya mereka menerima (meskipun para tetua
ini berusaha untuk tidak terkesan ikut ikutan).
Dari pertigaan yang menjadi pilihan setelah melewati palang
tadi, untuk menuju jalur pendakian Bawakaraeng silahkan belok kiri dan parkir
motor anda di rumah rumah warga. Semua warga disini cukup welcome dan menerima
pendaki dengan senang hati, asalkan para
pendaki tahu diri juga, bisa menjaga etika. Hampir semua rumah warga disini
dipadati kendaraan baik roda dua maupun roda empat yang mungkin para pemiliknya
juga sedang melakukan pendakian atapun camp di sekitar sini.
Suasana sejuk mulai amat terasa, beberapa hembusan nafas
sudah terlihat berasap, cuaca semakin dalam bersama malam yang kian larut.
Sudah hampir pukul 22.00. Kami melanjutkan dengan berjalan kaki sekitar kurang
lebih lima belas menit. Tidak begitu terjal, tapi melewati sungai kecil atau
lebih cocok disebut pengairan warga.
Setelah sampai di lokasi camp, cukup dua menit mencari
tempat mendirikan tenda dan melakukan persiapan masak lalu makan malam, kondisi
perut tidak bisa menyesuaikan dengan tempat dingin seperti ini. Tak lupa
menggantung hammock, diantara pohon
yang berdekatan. Ada empat hammock yang
dibawa namun hanya tiga yang bisa digunakan, selebihnya dijadikan tempat
penyimpanan barang.
Satu camp untuk enam orang cukup membuat sesak, awalnya budi
dengan selimut tebal yang memenuhi carell
hanya menggantung diri di hammock, tapi
karena malam membuat dingin semakin mencekam ia memutuskan untuk bergabung
kedalam tenda yang sudah sesak ini.
Malam kian larut bersama nyanyian pengunjung lain yang masih
samar samat terdengar. Subuh pun menyambut dengan embun yang masih basah. Masih
terdengar suara ngorok dari manusia manusia yang (antara kelelahan atau
menikmati tidur). Suasana masih gelap, dan bara api dari perapian dekat kantin
milik warga setempat masih menyala, hal itu mengundang langkah kaki untuk
menghampirinya sekedar untuk menghangatkan badan. Apabila anda pengunjung yang
rajin menabung, masalah toilet dapat teratasi, karena disediakan disini. Air
pun terus mengalir dari ledeng – ledeng yang tersedia disini.
Pagi yang ditunggu - tunggu membuat mata melek dengan
hamparan sayuran yang terlihat landai berbukit bukit. Dekapan pohon pinus pun
membuat teduh pagi ini. Mentari yang bersinar cerah dari ufuk timur membuat
para pemuda menyiapkan perlengkapan mengambil gambar. Sepertinya itu juga
dilakukan oleh pengunjung lain, seolah berfoto adalah salah satu agenda rutin
yang tidak bisa terlepas bagi manusia saat ini. Cengkarama yang bersahabat
membuat kopi hangat terasa semakin hangat. Berbagai kesibukan liburan terlihat
juga dari beberapa tenda yang ketika pagi terlihat semakin banyak. Mungkin ada
yang datang juga setelah kami.
Air terjun Lembanna
Air Terjun Lembanna (Malino, Gowa) |
Cukup santai karena treknya tidak begitu culas. Suguhan
pemandangan alam serta bukit bukit sayuran segar membuat mata semakin segar
dengan yang hijau hijau seperti ini. Semakin dekat semakin terdengar suara
gemuruh air. Akhirnya terlihat juga, Pas sampai ke air terjun ini posisi awal
kita sejajar dengan puncak air terjun. Ada dua pilihan berfoto, dari atas air
terjun atau dari bawah air terjun sembari menikmati dinginnnya air. Kami pilih
yang kedua. Menyegarkan mata dengan pemandangan alam, menyegarkan hati apabila
dekat dengan ilahi, menyegarkan pikiran dengan refreshing dan untuk membuat
segar suasana badan, berenang dan menikmati air terjun salah satunya caranya
(versi saya).
Rupanya disini ada camp juga yang didirikan oleh anak muda
lain. Salah satu alternatif menarik untuk camp yang recomended. Semakin lama menikmati air terjun lembanna, pengunjung
pun semakin bertambah. Kahfi yang punya jadwal cuci piring membersihkan
piringnya disini, karena air cukup bersahabat. Menjelang dhuhur kami sudahi petualangan
hari ini, kembali kelokasi parkir terlihat ada beberapa warga yang sedang
membersihkan ladangnya, ada pula yang memetik buah yang terlihat sangat segar.
Biaya parkir disini tidak ditentukan, biasanya warga hanya memasang semacam
toples tertutup yang bisa diisi oleh pengujung sebagai ucapan terima kasih
seadanya.
Cukup sekian trip singkat hari ini, Pengalaman berfoto di
tugu pendakian bawakaraeng sudah bisa membuat kita merasakan bagaimana serunya
bisa berdiri disana (Insha Allah next trip ke Puncak Bawakaraeng)
Kalau lapar, Jangan lupa beli bakso ditengah kabut.
Jalur pendakian ke Bawakaraeng |
Kalau lapar, Jangan lupa beli bakso ditengah kabut.
Terima Kasih.
Homes, 01 Juni 2017 - Hari Pancasila
EmoticonEmoticon