Hujan masih lembab membasahi subuh ini. Suasana pagi masih
redup bersama sayup sayup lantunan adzan yang baru saja terdengar.
Setelah proses ngojek selesai, sobat sobat fillah yang telah
dikabari semalam sebelumnya sudah siap untuk menarik putaran gas di lengan
motornya. Sudar dkk yang lain star dari masjid Almarkas Makassar, Bill dan Herman
dari Villa mutiara, Akbar dari Bosowa. Nawir, Mikha dll menunggu di Pangkep. Untuk
menyatukan beberapa lokasi yang jaraknya bisa membentuk rasi bintang apabila
dilihat dari Google Map, butuh kesabaran hingga akhirnya terkumpul di Maros
pukul 11.30 wita.
Perjalanan pun dimulai dengan arus Maros – pangkep yang cukup
lancar, hingga akhirnya tiba di meet point “taman musafir Pangkep” istirahat
sejenak mengingat sudah masuk waktu dzuhur.
Tujuan awal hari ini adalah ke Ma’rang kab. Pangkep, sekedar
jumpa dengan nenek patih, yang tinggal sendiri. Sudah tua dan tinggal sendiri,
astagfirullah. Dia bercerita tentang masa mudanya, bagaimana ia bisa ke Malang-Surabaya,
menikah dengan pemuda Pinrang, pandangan pertama di Pelabuhan Makassar dan
banyak kisah menarik yang ia ceritakan dengan bahasa campuran bugis-indonesia,
tapi lebih sering memakai bahasa bugis.
Suasana kampung yang menjadi penghasil jeruk terbesar di
Kabupaten Pangkep ini terasa bersahabat, karena sobat sobat fillah antusias
mendengar cerita dari pejalan senior ini.
Nenek Patih - Pejalan Senior |
Setelah puas menikmati (dengan pandangan) buah jeruk
yang ada di depan rumah setiap warga disini, muncul sebuah saran yang melenceng
dari tujuan sebelumnya yang mengajak ke leang surukang. “Bukit ma’ddo”, adalah
tujuan selanjutnya, sebuah gambar di instagram yang memikat hati untuk
dikunjungi. Sebenarnya sudah masuk ke daftar kunjungan bulan lalu setelah
mengunjungi air terjun tomagelli, tapi batal karena waktu tidak merestui.
Kembali kami melajukan sepeda motor ke arah utara pulau
sulawesi. Masuk di kabupaten Barru dengan panorama laut disebelah kiri membuat
perasaan terasa tersungut. Bukit Ma’ddo terletak di dusun Maddo Kecamatan Tanete
Rilau Kabupaten Barru. Jalurnya apabila berjalan dari arah Makassar, sebelum
jembatan kembar-Bottoe terdapat masjid Mujahidin-Bottoe berwarna hijau yang cukup
besar. Di depan masjid terdapat belokan ke kanan, kembali mengarahkan motor ke
selatan, dan apabila anda menemukan lorong pertama kekiri setelah belok tadi, silahkan
masuki lorong tersebut. Kami coba bertanya kepada warga pemilik bengkel yang
ada di pertigaan jalan, tentang keberadaan bukit yang kami sebut dengan bukit
ma’ddo ini. Tapi warga lebih mengenalnya dengan bukit teletubies. Setelah dapat
petunjuk bahwa jarak sekitar kurang lebih 4 km dari bibir jalan poros melewati
jalanan beraspal dan di penghujung jalan sebelum lokasi dasar bukit kondisi
menanjak dan sesekali berlubang akan menjadi tantangan.
Motor diparkir didasar bukit, dan kembali melanjutkan
langkah dengan semangat. Untuk mendapatkan view yang menarik dibutuhkan
kesabaran dan tenaga untuk mencapai pertengahan bukit. Nah, dari posisi tengah
ini, background sungai yang berbentuk S mengecil yang menjadi pengikat hati
pengunjung, bisa didapatkan. Setelah puas jeprat jepret, kami berlima (saya,
Akbar, Bill, Nawir dan Herman) melanjutkan perjalanan ke puncak bukit. Para
ukhti (Sudar, Evhy, Rheni + Idar (bukan
ukhti)) yang sedang berpuasa sudah tidak sanggup lagi untuk mencapai
puncak, akhirnya mereka memutuskan untuk beristirahat saja di bawah pohon teduh
(bukan pohon jomblo). Bagi yang tidak
berpuasa dan mengkonsumsi cemilan atau minuman dan menghabiskannya disini,
harap untuk tidak membuang sampahnya sembarangan. Karena untuk ketempat ini
tidak dipungut biaya, dan tidak ada tukang kebersihan, penikmat alam tidak akan
berani mengotorinya dengan sampah.
Atas (Nawir- Syukur-Akbar-Herman-Bill-Idar), Bawah (Rheni -Sudar - Evi) |
Langkah yang tertatih, akhirnya bisa dikumpulkan hingga
puncak, Subhanallah amazing view
lebih dinikmati disini. Suasana timur dengan sungai, hutan dan jejeran
pegunungan menjadi rangkaian gambar yang indah. Menilik ke arah barat tidak
kalah kerennya. Suasana kota Barru dengan rumah rumah warga yang berjejer
laksana itik yang berjalan di pematang sawah melengkapi pemandangan laut yang
membentuk garis horisontal di penghujung pandangan. Matahari yang berada
setinggi kurang lebih tiga puluh derajat lagi membuat kilauan cahaya dari arah
laut, menerpa mata dan untuk memandangnnya dibutuhkan tangan yang menempel di
atas mata (laksana seorang pelaut yang mencari daratan). Rasanya ingin berlama
lama dan bangun camp disini. Tapi libur hanya sehari.
Setelah puas berfoto ria, rombongan anak muda yang mencari
ketenangan di alam ini memutuskan untuk pulang, karena sore telah menyambut
dengan sekias senyum.
Ceritanya lagi di rel - Bill - Nawir - Syukur - Herman - Akbar |
Di perjalanan ke poros kami melewati rel kereta api,
Maklumlah di sulawesi ini rel pertama yang dibuat, tak ada salahnya berfoto di
atas rel ini. dan lihatlah aksi anak muda yang sebenarnya sudah sering melihat
rel dijawa (Bill) hehe. Dia lebih antusias. Selang berapa menit menikmati
pemotretan ala cover boy disini kembali kami lajukan motor ke arah selatan,
melewati penjual dange di Segeri dan Jeruk di Ma’rrang. Tak lupa mereka
membungkus sebagai oleh oleh atas perjalanan singkat hari ini.
Terima Kasih !!!
25 Mei 2017