Kringkkringg
kringking. Denting suara alarm menyeka kegiatan sore ini. Sudah pukul lima
sore. Mengingat sebentar malam ada acara duduk sambil melintasi beberapa
kabupaten di Sulawesi Selatan. Kegiatan sore ini dikantor harus dihentikan.
Walau ini adalah hari sabtu, pekerjaan yang tidak bisa dibendung banyaknya
memaksa kami harus menyelesaikannya di hari libur. Apalagi salah seorang teman
sedang cuti, dan pekerjaannya dilimpahkan sepenuhnya.
Sembari mengingatkan kembali posisi teman yang fix
berangkat, kami berkomunikasi via line
dan BBM. Menyiapkan perlengkapan
untuk hangout selama dua hari. Tujuan
kami kali ini adalah Lolai (negeri di atas awan) Toraja. Salah satu Kabupaten
andalan Sulawesi Selatan dengan objek wisata budaya, alam, dan sejarahnya yang
tidak tertandingin oleh kabupaten lainnya. Ke Toraja, Setelah sebelumnya
keinginan untuk ketempat ini tertunda karena teman kerja, pemuda asal Medan dan
Palu harus kembali ke tempat asalnya.
Pukul 20.00 wita kami berangkat dari kota Maros menyusuri
aspal dingin yang baru saja kering diterpa hujan sore tadi. Alam sebagai joki
andalan, mengendarai kuda dengan mulus. Tiba di kabupaten pertama setelah
melewati Butta Salewangan, bergabung
seorang pemuda lokal pangkep dalam perjalanan yang menakjubkan kali ini. Nawir,
Halim dan Rustan.
Seperdua malam yaitu pukul 00.30 kami tiba di kabupaten
Enrekang. Tepat di hadapan gunung nona yang menatap kami menantang. Tapi segera
kami tepis dengan semangkuk mie instan rebus ditambah telur sebagai menu
andalan anak muda kere. Warung – warung disini sengaja dibuat dengan
tekstur bangunan yang tinggi. Dan dibagian belakang dibuat terbuka agar membuat
pengunjung tertarik dengan suasananya. Walaupun sudah tengah malam, samar -samar
terlihat bentuk gunung nona di kejauhan. Mungkin akan lebih menarik berada di
warung ini pada siang hari. Apalagi dengan hembusan angin sepoi yang
memanjakan.
Setelah rehat sejenak. Pukul 01.00 Kami melanjutkan
perjalanan dengan oleh oleh teng teng berbentuk balok yang ditawarkan oleh
masyarakat lokal, katanya berkhasiat menghilangkan dingin bagi pemuda (sudah
kayak selimut). Sekitar pukul 03.00 dinihari kami sampai di pusat kota Makale.
Icon kotanya adalah sebuah kolam besar yang ditengahnya terdapat patung pemuda
berdiri. Di dalam kolam terbias warna lampu yang wana warni dari hotel dan
kantor pemerintah yang ada disekelilingnya. Di tempat ini terlihat rombongan
pemuda yang awalnya kami pikir adalah penduduk lokal. Ternyata mereka adalah
pengunjung dari Makassar yang juga akan menuju ke lolai (negeri di atas awan).
Kebetulan ini adalah kunjungan pertama kami berlima, dan
kami belum tahu jalur menuju Lolai Toraja.
Kami mengikuti rombongan pemuda tadi. Di persimpangan kota Rantepao
setelah melewati patung kerbau belang ada sebuah gereja yang
disampingnya berjejer rumah tongkonan yang kelihatannya masih baru. Berbelok ke
sebelah kiri dan mengikuti petunjuk dari rombongan tadi. Dengan mengendarai
motor mereka dengan gesit melintasi jalur mendaki menuju lolai. Dengan jalan
yang berliku menanjak, ini sedikit menjadi tantangan buat Alam. Tapi itu mampu
dilewati dengan seksama.
Pada tahap awal, ada sebuah lokasi yang dijadikan basecamp oleh pengunjung yang mungkin juga
dari Makassar. Tapi disini tidak terlalu ramai. Kami melanjutkan perjalanan
menuju puncak. Setelah beberpa kilometer dari lokasi tadi, antrian kendaraan
sudah mulai nampak. Walaupun dinihari menjelang subuh begini masih banyak
kendaraan yang mengatur posisi parkir. Kabarnya banyak dari mereka yang memang
memanfaatkan waktu dinihari menjelang subuh begini untuk menunggu pagi dan
tidak ingin menginap di puncak lokasi tongkonan lempe.
Akhirnya kami sampai pada pukul 03.40. Sebelum memasuki
lokasi ada sebuah pos yang dijadikan tempat pembelian karcis. Dan biaya karcis
masuk Lolai tergolong murah, yaitu Rp. 10.000 per orang. Dan untuk biaya
penjagaan (parkir) kendaraan adalah Rp. 10.000. Mencari lokasi di antara tenda
tenda yang telah dibangun (disewakan). Akhirnya dapat lokasi disamping kiri
tongkonan lempe. Di puncak ini terdapat lima Tongkonan yang kabarnya dari keturunan
keluarga Lempe. Makanya tongkonan pada
puncak ini disebut “tongkonan Lempe”. Di dalam tongkonan terdapat pengunjung
yang beristirahat. Entah berapa sewa satu malam di tongkonan ini. Tapi untuk tenda
ditaksir sekitar Rp. 130.000 – Rp. 150.000 per tenda sudah lengkap dengan kasurnya.
Tempat sholat di
Toraja
Selama perjalan di Toraja, belum pernah nampak sosok masjid.
Mungkin belum berjodoh menemui masjid di kabupaten yang mayoritas non muslim
ini. Tapi pada Tongkonan Lempe sisi kanan ada pemandangan menarik. Tongkonan
ini digunakan sebagai tempat sholat dan ini lokasinya di Lolai. Meskipun tak
ada mushollah seperti di tempat wisata pada umumnya, di tempat ini tersedia
tikar dan beberapa helai sajadah. Subuh hari secara bergantian pengunjung yang
beragama islam memanfaatkan tempat ini untuk menunaikan keajaiban, mensyukuri
nikmat dan keindahan pandangan yang diberikan oleh sang penciptanya. Dibelakang
tongkonan ini juga terdapat tempat wudhu dan wc umum gratis.
Detik munculnya awan
Pada pukul 05.00 ramainya pengunjung sudah terlihat,
mengambil posisi menanti terbitnya matahari (sunrise) di ufuk timur gunung toraja. Setelah cahaya sudah mulai
menerpa bumi gerombolan awan mungil datang menampakan wajah manisnya. Mirip
ikan koi yang muncul di antara ikan jabir dari sebuah kolam ikan. Subhanallah !
indah dan damai sekali suasana pagi itu. Sungguh besar mahakarya dan maha kuasanya
Allah. Hamparan awan yang menyelimuti seluruh wilayah pemukiman di Toraja. Hanya terlihat
puncak gunung berwarna biru gelap di timur sana. Rasanya benar benar seperti
sedang berada di negeri di atas awan. Mungkin hampir mirip di film perjalanan
mencari kitab suci, saat kera sakti saat sedang berada di negeri dewanya.
Pengunjung dengan senjata andalan modernnya mengambil pose respect
jika sedang berada di depan kamera. Ada yang memakai tongsis, drone, gopro, DSLR, dan kamera handphone. Mengabadikan
moment berharga di minggu 11 Desember 2016 ini. Kami tak mau ketinggalan,
dengan memanfaatkan kotak digital seadanya. Jepretan
demi jepretan mulai terdengar. Aktor dengan berbagai gaya sudah mulai
beraksi.
Mungkin pertanyaan yang sering mengganggu calon pengunjung
negeri di atas awan Lolai Toraja adalah kemunculan awan yang masih belum bisa
diprediksi. Tapi hari itu keberuntungan berpihak, walaupun pada saat berangkat
dari Maros masih hujan. Setelah di puncak lolai ini cuaca sangat mendukung.
Tips, biasanya akan ada cerah setelah hujan, dan awan akan senang jika
menghiasi langit yang pernah basah. Dan
kemunculan awan yang cukup lama yaitu pada pukul 05.00 – kami pulang yaitu
pukul 09.00.
Wisata Tongkonan di Kete' Kesu
Sebelum kembali ke Palopo kami menyempatkan diri mampir untuk wisata budaya dan sejarah di Kete' kesu. Salah satu objek wisata yang tersedia disini. Saat masuk ke gerbang utama, berjejer tongkonan yang beberapa diantaranya di bagian atap sudah ditumbuhi tumbuhan. Salah satu tongkonan yang berukuran besar ternyata adalah sebuah museum. Di dalamnya terdapat benda benda pusaka, koin yang digunakan sebagai alat pertukaran, perlengkapan dapur bahkan sampai pakaian orang dulu toraja terdapat di tempat ini.
Menelusuk ke bagian belakang, terdapat lokasi penguburan mayat. Tapi disini mayat mayat yang sudah lama, karena banyak yang terlihat tinggal tengkorak dan peti yang sudah lapuk.
EmoticonEmoticon