Merdeka !!!
HUT RI yang ke – 71 (temanya : Kerja
Nyata). Kerja yang nyata, bukan hanya tong kosong yang nyaring bunyinya. Juga
bukan nyanyian pramuka “...sedikit
kerjaa, banyak bicara...”
Sumber Mata Air Lejja |
Indonesia dengan segala peluh dan
lesuh ditimbun kekayaan alam yang maha luas dan besar. Memiliki masyarakat yang
hebat nan serakah, Memiliki ulama – ulama besar dan koruptor – koruptor besar.
Cukup sekian intronya.
Ini bukan lagu, tapi sebuah catatan perjalanan
di hari kemerdekaan. Perjalanan yang tiba – tiba dan penuh rasa iba. Malam
16/08/16, sepulang kerja pukul 20.00, berencana mengunjungi seorang kawan lama
di kostnya. Sembari dagang sosis yang didapat dari cece. Jamil salah seorang
pembeli yang setia menunggu. Baru sempat membawanya malam ini, setelah dipesan
sudah beberapa hari yang lalu. Sosis yang cukup murah dan meriah Rp. 15.000
untuk 45 batang kecil.
Nyanyian jangkrik, mengawali
pertemuan hangat malam ini, sebelumnya tak lupa mengabari Alam yang ternyata
baru pulang dari Barru. Seorang kawan lama juga, yang sekarang gentayangan
karena mengadu nasib di kota Makassar.
Akhirnya dari pertemuan singkat ini
tersimpulkan sebuah tujuan. "Soppeng !". Kampung halaman Alam. Seolah niat yang
baik, yang selalu mendapat kemudahan, Tanpa pikir panjang, kami pun bersegera bergegas mempersiapkan
diri, tenaga dan harapan serta doa restu dari yang masih sempat memberi restu.
Persiapan mendadak yang cukup matang karena akhirnya baru sempat berangkat
pukul 22.00 setelah kembali mengajak Halim. Dalam perjalanan sepanjang Maros,
Camba, Mallawa, Bone, Soppeng berjejer rapi bendera warna warni yang mngapit
bendera merah putih. Malam itu adalah malam persiapan para paskibra untuk
mengibarkan bendera pusaka yang setiap setahun sekali dikibarkan. Bendera yang
penuh makna dengan para veteran yang berjuang mati matian dan masih sangat
antusias saat upacara bendera tiba.
Perjalanan yang begitu hangat, diiringi lagu lagu
kenangan seolah sedang dalam perantauan. Dengan posisi yang nyaman, sesekali kami
terlelap dalam alunan suasana alam, hingga akhirnya kendaraan yang ditumpangi menyenggerkan bannya di depan sebuah rumah panggunng. Suasana sunyi senyap, karena kami tiba pukul 02.00 dinihari. Perjalanan kurang lebih empat jam dari depan Bandara Sultan Hasanuddin.
Rumah Alam yang terletak di Desa
Bulue Kecamatan Marioriawa kabupaten Soppeng. Jalan poros, menuju Permandian Air
Panas Lejja. Setelah kembali melihat kasur, kami melanjutkan tidur. Tentunya bukan
karena kami lelah, karena sepanjang jalan disuguhi dengan alam indah mahakarya
sang pencipta. Tapi karena kami harus mempersiapkan diri berpetualang ketika
matahari sudah menampakan wajah manisnya.
Suara burung menyampaikan pesan bahwa
ini adalah hari kemerdekaan. Menandakan pagi telah menghampiri. Anak muda yang
mencoba meresapi apa itu kemerdekaan, kembali melajukan si roda empat yang
berjarak kurang lebih 9 km dari lokasi peristirahatan. Setelah memasuki gerbang
utama (pembelian karcis) Suasana yang begitu alami akan anda jumpai. Dengan
jalan menanjak dan menurun anda diharap berhati hati karena daerah hutan lindung ini berada di tepi jurang, di
sisi lainnya gunung.
Lokasi utama sebuah tempat parkir
yang disisinya terdapat warung yang menyewakan ban, menjual souvenir/baju,
cemilan serta makanan bagi pengunjung yang tidak membawa bekal. Kolam utama
yang ditemui tidak sehangat kolam diatasnya. Letaknya yang sengaja diatur oleh pengelolah setempat membuat kolam ini terasa
dingin, seperti kolam renang biasa yang
ada di Bantimurung.
→ Pohon Keramat
Belum saatnya bermain air, kami masih
ingin mengelilingi tempat ini. Menelusuk sumber air panas langsung dari kawahnya. Mata saya tertarik pada sebuah pohon yang disekelilingnya terdapat
botol berisi air. Menurut mitos
setempat itu adalah ulah pengunjung yang masih mempercayai bahwa apabila mereka menggantungkan botol berisi air tersebut, mereka mananamkan niat bahwa ketika mereka sukses, mereka akan kembali melepas ikatan botol yang berisi air tadi. Yang
pasti kita hanya bisa menggantungkan harapan dan meminta hanya kepada Allah
semata.
→ Kolam Air Panas
→ Kolam Air Panas
Tercium bau belerang dari sumber air
panas itu. Menurut penjaganya, telur mentah yang dimasukan kedalam air ini
selama beberapa menit, maka akan matang dan langsung bisa dinikmati. Sungai
yang terbentuk dari sumber air panas ini mengalir menuju sebuah kolam besar berbentuk oval tak sempurna. Dan saatnya berendam. Baru kali
ini mandi di kolam dengan ekspresi aneh seperti mencoba secangkir teh hangat. Mencoba,
mencelup, pelan dan meresapi ... Ternyata airnya benar benar hangat. Entah berapa
derajat celcius. Yang pastinya ikan gabus yang begitu agresif tidak akan
seagresif aslinya ketika memasuki kolam ini, bahkan bisa mati.
Pada kolam air panas Lejja ini,
dipercayai oleh masyarakat setempat sebagai obat beberapa penyakit kulit. Serta
sangat mujarab untuk membersihkan “daki”. Sebelum kolam ini. terdapat kolam
kecil yang airnya dingin untuk membasuh kulit dari hangatnya air alam ini.
Terdapat pula beberapa gazebo yang di
tengahnya terdapat kolam untuk merendam kaki . sebagai terapi air panas
istilahnya. Terdapat pula beberapa villa bagi pengunjung yang menginap. Juga
terdapat sebuah aula besar yang digunakan sebagai tempat pertemuan. Sayang
sekali pada saat ketempat ini, ada sebuah kolam besar yang kering, tak terisi
air. Hanya nampak keramik yang berkarat dari dasar kolam kering ini.
Kolam Air Panas |
Setelah puas menikmati salah satu
objek wisata air di Sulawesi Selatan ini akhirnya kami kembali dengan membawa
secuil kenangan indah yang tersirat dalam memori. Sebelum pulang, Alam mengajak untuk mengelilingi kampungnya, kami
menyempatkan diri menikmati kelapa muda yang langsung dipetik pohonnya. Membuat sebuah santapan menarik di siang yang terik. mencampur kelapa muda dengan gula merah dan jeruk nipis membuatnya sedikit lebih berasa. Di sini di
desa Bulue, kami merasa sudah seperti desa sendiri dengan keramahan yang
disuguhkan.