Makna kata insya allah “Jika Allah menghendaki” dewasa ini sudah
sangat lumrah diucapkan diberbagai kalangan. Baik anak anak, remaja, pemuda /
pemudi yang sudah mulai berjanji kepada
temannya senantiasa menggunakan kata ini di kesehariannya.
Sebenarnya sangat baik bila dilihat dari
segi penggunaannya yang mengarah kepada kehidupan islami. Akan tetapi banyak yang menganggap sepele
kata insya allah ini. Misalnya saja saat berjanji yang potensi untuk tidak
menepatinya lebih besar dibanding potensi untuk menepatinya. Maka untuk
mengamankan diri dan menyenangkan lawan bicara maka dia akan menggunakan kata
insya allah. Bukan hanya kepada sesama muslim, bahkan ketika berjanji kepada
teman, rekan kerja, ataupun atasan yang non muslim kata insya allah ini sudah
sangat menjamur. Terlebih lagi kata insya allah ini kadang digunakan oleh non
muslim.
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan
terhadap sesuatu, ‘Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi,’ tanpa
(dengan menyebut), ‘Insya Allah.’” [QS. Al-Kahfi: 23-24]
Sebuah kisah yang terdapat dalam surah
Al – Kahfi (penghuni gua). Menurut riwayat ada beberapa orang quraisy bertanya
kepada nabi Muhammad SAW tentang roh, ashabul
kahfi dan zulqarnain. Lalu beliau menjawab datanglah kepadaku besok pagi
agar aku ceritakan. Dan beliau tidak mengucapkan insya allah (Jika Allah
menghendaki). Tetapi ternyata besoknya wahyu tentang hal itu tidak datang, sehingga
nabi Muhammad SAW tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut. Maka turunlah ayat
23-24 Surah Al kahfi ini sebagai pelajaran kepada nabi Muhammad SAW. Bilamana
nabi Muhammad SAW lupa mengucapkan insya allah.
Jika Allah menegur nabi dengan
menurunkan ayat ini, maka kita yang hanya bergelar sebagai hamba dan pengikut
nabi Muhammad SAW harus lebih terasa dengan teguran yang menjadi ayat suci
tersebut.
Alhamdulillah kata insya allah ini sudah
menjamur. Tapi banyak yang asal berlontar dan tidak paham maknanya, seolah
mereka non muslim yang hanya ikut - ikutan berlontar. Insya Allah membuat
sebuah perjanjian menjadi lebih berarti karena pada saat mengucapkan kita
melibatkan Allah, Kita hanya bergantung kepada Allah Swt untuk menentukan sesuatu
itu bisa atau tidak dilakukan. Bahkan bila Allah menghendaki, masih saja ada,
yang dengan sengaja mengingkari kehendak Allah tersebut.
Kata Insya Allah, bila disepelekan bisa
saja membuat lawan bicara tidak percaya lagi ketika kita menggunakannya untuk
kedua kali. Semisal, ketika awalnya berjanji menggunakan kata “Insya Allah”,
dan ketika berhalangan hadir (tidak oleh kecelakaan dan bencana, tetapi dengan
sengaja), maka ketika berjanji lagi untuk selanjutnya akan mengurangi kepercayaan
orang yang pernah kita kecewakan dengan janji yang dibuat. Jika seperti itu,
bisa memunculkan pertanyaan lagi bagi orang yang menerima janji, “apakah tadi’ Insya Allah iya, atau insya
allah enggak?”.
Janji bila sudah dibuat maka kita harus
bertanggung jawab untuk memenuhinya. Karena janji merupakan hutang, bisa saja
hal tersebut menjadi penghalang manusia memasuki surga. Maka dari itu jangan
asal berlontar Insya Allah.
Muhammad Syukur. Bantimurung, 27 Juli
2016