Kisah Rantauan Patahuddin


Kisah Pata ^^

Merantau sudah menjadi hal yang biasa  baginya. Hidup mandiri tanpa manjaan dari orang tua merupakan hal yang membuatnya kuat sampai hari ini.
Kali ini Pata akan merantau ke salah satu kota yang cukup terkenal di Indonesia, Jayapura (Timika). Kota yang berpenduduk mayoritas kaum negro atau biasa dijuluki meno’ meno’. Setelah sekitar sebulan yang lalu baru kembali dari Bau bau. Rencana ingin pulang lebaran
di kampung halaman tercinta pada lebaran haji tahun 2014 ini, tapi ternyata tuhan berkehendak lain.

H. Sulai, sebagai orang yang cukup terkenal dari kampung sebelah memiliki anak yang tinggal di Timika dengan bisnis yang dijalankan bersama suaminya, dengan bisnis yang dijalankannya itu dia kewalahan apabila menjalankannya saja berdua bersama suaminya. Maka dari itu dengan hanya  mempekerjakan satu orang saja tidak bisa memperlancar usahanya dia mencoba mencari seorang yang berasal dari kampungnya untuk membantunya.
Kebetulan saat itu salah seorang sepupu dari Pata mendapat info dari ibu si pemilik bisnis tadi. Bahwa dia sedang mencari seseorang untuk dipekerjakan. Dan mencoba menyarankan Pata untuk ikut kepadanya. Akhirnya keluarga H. Sulai yang sudah cukup mengenal keluarga dari  Pata pun setuju dan mencoba memberikan tawaran hangat ini kepada Pata.

Kita tak bisa menikmati bunga hanya dengan melihatnya saja, tapi kita harus mencoba mencari tahu mana bunga yang berduri mana yang wanginya harum dan mana yang tidak. Begitupun yang dilakukan Wina, kakak dari Pata mencoba mencari tahu apa dan bagaimana bisnis yang sedang dijalankan anak H. Sulai kepada salah seorang kenalanya yang anaknya ikut bekerja dengan ana. Setelah mendengar paparan dari salah seorang kenalanya wina pun memberi ijin kepada adiknya untuk ikut merantau lagi. Disisi lain Pata pun telah dari dulu setuju, mengenal bahwa ia adalah seorang yang suka berkelana. Setelah ketiadaan ibunya dan bapaknya yang menikah lagi memaksanya untuk menjadi demikian. Padahal sewaktu ibunya masih hidup, beliaulah yang paling menentang apabila ada anaknya yang hendak merantau.

Perantauan pertama yakni di kota Biak memberikan kesan pertama yang tak bisa membuatnya lupa akan kampung halaman tercinta, tapi apa daya, dia harus menjadi tulang punggung keluarga. Tapi karena kondisinya yang belum sepenuhnya ia terima karena mesti kehilangan kasih sayang sosok ibu, yang hampir setiap hari ia rasakan bersama adik adiknya, ia pun hanya mampu bertahan sekitar 2 bulan di pulau asri nan elok ini.
Pengembaraan kembali bersanding dengan belati yang melingkari pinggang setiap orang dewasa di kampungnya. Pata yang merasa tidak betah dengan tingkah laku orang disana dalam memperkerjakannya, membuatnya mencari jalan pintas bagaimana lolos dari tempat itu.
Cara pertama dengan mengecek harga tiker setiap hari. Alasan ingin membeli bakso, tapi setiap hari ternyata dia masuk ke travel untuk mengecek harga termurah tiket menuju Ujung Pandang. Setelah mendapat harga tiket yang pas. Tanpa pikir panjang setelah harga beberapa hari terakhir Rp. 2.000.000 lebih dan harga hari ini sekitar Rp. 1.700.000 ia langsung booking tiket tersebut. Dan keberangkatan 5 hari lagi.
Setelah beberapa hari keluar dari travel dengan wajah yang tertunduk lesu, akhirnya hari ini, dengan langkah kaki yang lebih cepat dari biasanya tentunya dengan wajah yang lebih cerah dari biasanya ia melangkah cepat untuk sampai ke kios yang dijaganya.
Bos bertanya “kenapa cepat sekali lagi pulang? Dapat jako bakso?”
“Iye bos selesai maka makan kenyang sekali maka ini.” Padahal ia belum pernah makan, tapi karena ia merasa senang sehingga laparnya pun hilang.

Begitupun dengan rasa senangnya, timbul rencana untuk kabur dari tempat kerjanya. Dengan berencana kabur pada malam hari ia pun bekerja seperti biasanya pada sore ini. Hingga malam menjelang. Setelah ba’da isya iapun bergegas menuju kamar dan mengemas semua pakaiannya, tanpa sepengetahuan ajis teman kerja sekaligus sekamarnya. Tibalah waktu dimana bos dan ajis tertidur lelap.

Saatnya beraksi... Malam itu sambil mengendap keluar kamar dalam kondisi gelap gulita karena lampu pada ruang tamu dan ruang keluarga dimatikan ia berjalan melewati depan pintu kamar majikan. Mendengar suara TV yang masih menyala Pata berfikir “Apakah bos sedang menonton atau dirinya yang sedang ditonton oleh TV alias Tidur?” tapi Pikirannya lebih condong kepada kalimat kedua.

Sambil mengendap endap, dengan keraguan ia kembali kekamar untuk memastikan bahwa semuanya sudah tidur sesekali menyeka muka untuk memperbaiki perasaan.
Bismillahh, semoga rencana untuk pulang ku dimudahkan oleh Allah..

Kembali membuka pintu untuk yang kedua kalinya. Berjalan melewati semua kamar dan menuju kamar yang terakhir. Ya terlewat,, menuju pintu belakang, terpampang pagar yang tinggi mengelilingi bagian belakang dan samping rumah ini. Hanya bagian depannya saja yang tidak dipasang pagar setinggi ini untuk memudahkan akses pembeli. Hal tersebut  membuat Pata berusaha dan memastikan bahwa pagar yang menjadi penghalangnya kemana mana setiap malam itu bisa dilewati.

Untung saja ada tangga yang tergeletak rapat ketembok dengan posisi tidur menyamping. Pata dengan buru buru mengangkat tangga itu dan mengangkat kopernya menyebrang pagar..

Glutukkk,,,, seperti suara durian yang jatuh dari pohonnya, meskipun isi koper hanya pakaian saja tapi bunyi yang dihasilkan lumayan besar. Diikuti dengan jatuhnya Pata yang berada tepat diatas koper hingga membuat koper kepok kedalam.
Berjalan hingga waktu subuh tiba dan dia singga disalah satu mesjid dikampung seblahnya untuk beristrahat sejenak sembari mendirikan sholat subuh. Meskipun dengan perasaan was was karena takut ketahuan dan kedaPatan oleh majikan.
Hal tersebut tak dapat dihindari. Bagai kehilangan ayam pada malam hari. Ajis melaporkan hal tersebut kepada majikan. “Pata tidak ada dikamar bu,, dan saya melihat semua pakaiannya juga tidak ada dalam lemari.”
“Cepat hubungi tanyakan dia dimana” berhasil dihubungi dan Pata pun mengangkat telponnya. Tapi dia hanya mengatakan bahwa dia berada dirumah salah seorang kerabat Ajis. Dengan alasan dia sedang beristirahat disana. Tapi nyatanya dia sudah berada di bandara. Sedang menunggu keberangkatan yang tinggal dua jam lagi. Setelah melapor dia buru buru masuk keruang tunggu karena takut nanti ada keluarga dari majikannya yang sedang melihatnya disana. Berhubung karena jaringan si majikannya ini luas dan punya banyak kenalan di bandara. Pata takutnya nanti dia batal pulang kampung kalau ketahuan oleh majikannya.
Duduk sambil memaini telpon genggamnya, tiba tiba ada seorang lelaki bepakaian biasa dengan topi yang membuatnya kelihatan seperti atlit tenis. “Mau kemana kamu anak muda?” “Ke Makassar pak, ada apa?” “Bisa saya meminta bantuanmu anak muda?” “Dengan senang hati apabila saya bisa kenapa tidak pak?”  dengan maksud untuk menitip susu untuk anaknya yang ada di Makassar Pata pun menerima tawarannya karena kebetulan dia sedang tidak membawa banyak pakaian selain satu kopernya ini.

“kenapa kamu kelihatan gelisah?” sebenarnya dari tadi sang bapak memperhatikan gerak gerik Pata sudah kelihatan gelisah.
Karena Pata juga mengamati orang ini dari tadi setiap ada petugas yang lalu lalang pasti selalu menyapa dan kelihatanyya menghormati bapak yang sedang mengajaknya berbicara. Karena dengan pengamatanya ini bahwa bapak yang sedang duduk disampingnya adalah orang yang bisa dipercaya dia akhirnya menceritakan semua hal yang dialaminya mulai awal sampai dia ada ditempat ini.

Si bapak pun jujur kalau dia adalah kepala pengamanan di Bandara ini. Dan memberi semangat kepada Pata bahwa siapapun yang berani menggangunya di bandara ini maka dia yang akan turun tangan. Mendengar perkataan itu Pata pun menjadi lega dan siap menunggu panggilan keberangkatannya.

Related Posts :