Seringainya mengaum keras menghantam segala apa yang disisinya.
Menghujani demonstran dengan hujan buatan.
Dulu gemuruh peluru yang terdengar
Tapi kini gemuruh kendaraan yang semakin padat.
Dulu sejuknya udara yang selalu menemani langkah ini
Tapi kini pengapnya asap hitam yang menghantui
Merasuk ke paru paru, merusak rongga dada.
Seakan kumengingatmu lagi,
Karena dulu keindahanmu tiada batas
Melengkapi kehidupan insan yang khayalnya tak berbatas.
Menyaksikan ombak yang menari riang,
Memperhatikan bayangmu yang sungguh elok diterpa senja
Tapi sayang....
Itu hanya indahmu dulu
Mustahil untuk dapat kami rasakan kembali
Syukur, 19 September 2014