Menikmati Eksotisme Pantai Ujung Batu– Barru

01:45

Sore dikala hujan sedikit lagi menyiratkan basahnya menikmati perjalanan kami menuju kabupaten Barru. Menuju arah utara provinsi Sulawesi Selatan dari arah Maros dan 102 km utara kota makassar, tempat tinggal kami. Dengan kecepatan diatas rata rata motor kami melaju diantara lampu lampu jalan dan tiang tiang listrik yang terpampang rapi di pinggir pinggir jalan Kabupaten Pangkep diiringi kabut gelap dari arah timur yang mungkin saja sebentar lagi akan menumpahkan air
yang telah ditampungnya dan senja yang menawarkan kilau emas sebagai penggoda mata di sore itu. Sesekali kami melewati daerah persawahan, empang dan beberapa penjual “dange” (makanan khas Pangkep) di bagian utara kota pangkep yang sudah mulai menyalakan lampu lampu penerang mereka.


Bersama pengendara lain yang seolah tak ingin disengat dinginnya malam atau tak ingin
menikmati sore yang indah di atas kendaraan atau mungkin takut terkena hujan, saya bersama kedua motor teman saya start pada pukul 17.30 dari Maros dan tiba sekitar pukul 19.00 di tempat tujuan, yaitu desa nelayan di pesisir pantai kota Barru. Menikmati hembusan ombak dipinggir pantai kami singgah untuk sekedar melepas dahaga setelah berkendara kurang lebih satu jam setengah melampaui tiga kabupaten.

Tujuan kami sebenarnya untuk memenuhi undangan salah satu keluarga tetangga saya untuk mampir sekedar menikmati ikan ikan dari Barru yang lezat itu. Rumah panggung yang menjadi tempat berlabuh kami malam ini memang sederhana dan tepat dibelakang rumah inilah merupakan sambungan dari pinggiran pantai Ujung Batu yang merupakan salah satu daya tarik kota yang didirikan tahun 1961 ini. Sekedar penasaran karena kami tiba pada malam hari jadi belum sempat melihat keindahan pantai ini saya bersama rekan saya hendak menengok pemandangan malam hari di pantai ini. Ternyata banyak sudah banyak kepiting yang sudah melubangi pasir disepanjang tepian pantai ini. Seolah takut melihat sosok kami, pada saat berjalan disekitar pantai ini para kepiting kepiting itu berlarian kedalam air laut yang sedang surut ini. Kembalinya dari sini. Kami menjadi semakin penasaran dengan rasa ikan ala desa nelayan ini. Segera tuan rumah mempersilahkan kami mencicipi ikan merah bakar yang lezat ini. Sangat lahap nampaknya teman saya menghabiskan itu sampai hampir saya tak kebagian. Terlintas dibenakku saat itu, “sekarang mungkin saatnya kita kelebihan ikan dikarenakan matapencaharian orang orang disini yang sebagai nelayan yang harus membeli beras, bertolak belakang dengan keadaan dikampung yang berasnya yang didapat sendiri dan hampir setiap hari harus membeli ikan sekedar untuk dijadikan pelengkap saat makan”.

Kala pagi menghampiri terik matahari yang tidak terlalu silau ditempat ini karena letak rumahnya agak dibelakang dan terlindung oleh pohon. Namun tak membuat kami bermalas malasan untuk bangun pagi. Hembusan air dipantai belakanglah yang membangunkan kami ‘maklum dirumah hanya suara ayam dan burung saja yang terdengar dikala pagi jarang jarang kami mendengar suara gugusan air ini. Segera kulangkahkan kaki beranjak untuk menemui kepiting kepiting semalam yang menyapaku ^_^. Kembalinya dari pantai kembali kami menikmati hidangan ikan bakar lagi tapi ukuran ikannya kali ini agak berbeda dengan ikan yang sebelumnya, ukurannya bertambah kecil hehe mungkin persediaan ikan besarnya sudah habis semalam. Tapi itu semua sungguh lezat dihidangkan bersama cobek khas yang dibuat oleh teman saya sendiri.
Dikala matahari sudah nampak seperempat hari, kami diajak situan rumah yang juga merupakan penjaga pantai ujung batu itu untuk menikmati keindahan pagi diujung batu. Tak terlewatkan olehku untuk meminjam ban yang biasa disewakan antara Rp. 5000 – Rp. 10.000 tapi itu semua gratis bagi kami. Wah spesial sekali nih deberi kesempatan untuk memilih, dan kuambil yang paling besar. Bersama kami menikmati asinnya pantai ini sampai kulit terasa kering dan berpasir. Tempat ini juga dilengkapi dengan penyewaan motor mobil atau apalah namanya yang bisa dipakai oleh anak anak atau orang dewasa biasanya berkisar Rp. 10.000 satu kali jalan mengelilingi tempat yang tak bergitu luas ini. Tempat ini juga delengkapi fasilitas aula atau tempat tempat penyewaan untuk istirahat.
 Tapi ada satu hal yang mengganjal hati kala berkunjung ketempat ini. Kebersihan yang kurang diperhatikan oleh warga sekitar membuat mata para pengunjung tak begitu tersolek. Hamparan puing puing rumput laut yang hampir dari ujung utara sampai ujung selatan selalu terlihat. Sebaiknya para pengelola menyewa seseorang untuk membersihkannya setiap hari mungkin  saja itu bisa dimanfaatkan atau diolah sebagaimana mestinya, tak bisa saya paparkan cara pengolahannya karena saya bukan tukang olah rumput laut Hehe. Mengenai harga tiket masuk ke ujung batu Barru ini saya masih kurang tau karena kami lewat dibagian selatan, mungkin pintu untuk para pegawai tapi sepengetahuan saya harga tiketnya tak lebih dari Rp. 10.000.
Selepas saya menghilangkan penak setelah ujian nasional yang agak rancau tahun 2013 ini, saya bersama empat orang teman saya berniat untuk kembali pulang kekampung halaman yaitu di Maros. Tak lupa kami menyinggahi tempat penjualan “dange” dikota Segeri Pangkep untuk membeli oleh oleh kepada kerabat dirumah. Tapi sayang perjalanan pulang kami disore ini tak berjalan mulus karena dipertengahan jalan antara kabupaten Pangkep dan Maros hujan deras melanda, Jadi kami harus singgah bernaung ditoko pinggir jalan setempat. Setelah hujan agak reda kami melanjutkan perjalanan dan tiba dirumah sebelum adzan magrib berkumandang.

(kandang, karangan narasi)
               


Artikel Terkait

Previous
Next Post »

Like this ya